Malam itu, ku melaju
tak tahu arah. Menyusuri gelapnya sinar sang bulan, jalan setapak terlihat
menuju ke angkasa. Angin melambai-lambai menusuk hingga ke ventrikel,
melambatkan langkahku tuk segera ke pemberhentian. Kicauan sang owl pun tak
sengaja beberapa kali ku dengar, makin menggigil saja di malam yang hening ini.
Sambil ku usap rambutku tuk trus melaju sambil sesekali bersedekap tuk menghilangkan rasa
dingin. Butuh keberanian ekstra keras untuk mencoba melangkah maju trus
menyusuri jalan yang sesekali tak terlihat. Gunung pegunungan mengernyitkan
puncaknya seolah tak ingin ku lewati, hampir menyeberang lintas dimensi.
Dimensi yang tak seorang pun mengerti. Dipenuhi dengan butiran-butiran mimpi
yang trus terngiang-ngiang dan hanya terlihat dikala malam hari. Tentu hanya
orang-orang khusus bin terpilih yang dapat melihat jalan ini, orang-orang
dengan memiliki mimpi tinggi dan slalu bermimpi setiap hari tuk menciptakan
imajinasinya.
Ku intip ke dalam
terlihat sesosok perempuan berambut panjang dengan paras yang manis tur elegant
dengan baju terusan yang dipakainya. Aku hanya tersipu malu setelah sampainya
di dimensi itu, tak mampu ku terucap hanya desiran nafas yang menggebu-nggebu
terisak di telinga. Perempuan itu mendekati hingga sampai tangannya dijulurkan
tepat di kedua pipiku, ku tetap menunduk tak berani ku menatapnya. Perempuan tu
berkata, “ini mama sayang”. “mama?”, pikirku tak lama langsung ku dongakkan
kepalaku ternyata yang terlihat langit-langit kamarku. “ma, engkaulah orang
yang ingin ku peluk sambil bercerita gelapnya hidup ini, bercerita tentang
mimpi-mimpiku ma dengan seabrek praktikum yang menggetirkan kaki hingga
kesemutan”. Ternyata aku hanya bermimpi,
bermimpi dikala semuanya teratapi sebagai seorang mahasiswa yang merindukan
sang mama. (ingincepatpulang)