Methicillin
– Resistant Staphylococcus aureus (MRSa)
Gambar
1. Pengamatan MRSa di bawah mikroskop
Methicillin – Resistant Staphylococcus aureus (MRSa)
merupakan bakteri
patogen utama penyebab infeksi. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus bersifat parah dan sulit diterapi
karena bakteri ini resisten terhadap segala antibiotik beta laktam.
Antibiotika penisilin adalah antibiotika
dengan struktur bangun utama yang terbentuk atas sebuah cincin beta laktam.
Cincin beta laktam ini menjadi kunci bagi penisilin dan obat obatan turunannya
untuk menjalankan fungsinya sebagai bahan antibakterial. Apabila cincin beta
laktam ini dipecah oleh sebuah enzim yang disebut dengan beta laktamase, maka
penisilin dan obat obatan turunannya akan kehilangan daya antibakterialnya.
Enzim beta laktamase tersebut diproduksi oleh bakteri,
terutama bakteri gram positif, seperti Staphylococcus aureus. Enzim
beta laktamase terdiri dari atas dua kelompok utama, yaitu penisilinase dan cephalosporinase.
Penemuan di
tahun 1950-an menunjukkan bahwa strain tertentu dari Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap penisilin memberikan dorongan untuk mengembangkan
penisilin semisintetik. Yang pertama adalah methicillin, yang efektif terhadap
organisme resisten penisilin karena tidak dipecah oleh enzim β-laktamase.
Gambar 2. Struktur
Methicilin
Resistensi terhadap antibiotika
meticillin, disebabkan oleh perubahan protein yang dikenal dengan istilah penicillin binding protein (PBP) oleh materi genetic yang disebut
Methicillin-resistant gene (MecA). penicillin binding protein 2a (PBP2a) adalah sebuah penicillin binding protein (PBP) yang telah mengalami perubahan
afinitas. Perubahan afinitas tersebut menyebabkan perubahan sifat PBP yang
seharusnya mampu berikatan dengan penicilin menjadi berubah, sehingga tidak
mampu berikatan. Gen MecA tersebut dapat dipindahkan dari satu spesies bakteri
ke spesies lainnya. Sehingga, membuat bakteri yang semula peka terhadap
penisilin menjadi resisten. Resistensi bakteri yang terjadi karena adanya
pertukaran gen, seperti hal ini disebut dengan acquired resistance.
PEMBAHASAN
Untuk
melakukan uji resistensi Staphylococcus
aureus terhadap meticillin, digunakan metode paper disk yang termasuk dalam diffusion
test. Sebelum melakukan uji resistensi, dilakukan isolasi terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Isolasi dilakukan
dengan cara mengoles luka yang mengandung lendir dengan cotton swab steril. Kemudian menyebarkannya
dalam media Nutrient Agar (NA). Dalam
hal ini agar digunakan sebagai pemadat karena sifatnya yang mudah membeku dan
mengandung karbohidrat yang mengandung galaktam sehingga tidak mudah diuraikan
oleh mikroorganisme.
Setelah memperoleh biakan dari bakteri tersebut, dilakukan pemeriksaan pada sampel untuk menguji apakah mengandung bakteri Staphylococcus aureus. Pemeriksaan pertama yang dapat kita lakukan adalah uji manitol. Uji manitol digunakan untuk melihat kemampuan bakteri tersebut dalam memfermentasikan karbohidrat.
Hasil
positif pada uji manitol Staphylococcus
aureus
Uji selanjutnya yang dapat kita
lakukan adalah uji hemolisin. Salah satu ciri dari bakteri Staphylococcus aureus adalah kemampuannya untuk menghemolisis sel
darah merah karena memiliki enzim hemolisin. Maka uji ini akan positif yang
ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni.
Hasil
positif pada uji
hemolisin Staphylococcus aureus
Ketiga
adalah karakterisasi morfologi Staphylococcus
aureus yang dapat dilakukan dengan pewarnaan gram, dan melihat susunan juga
bentuk sel. Staphylococcus aureus termasuk
dalam jenis bakteri gram positif sehingga hasil akhir dari uji ini jika diamati
di bawah mikroskop akan terlihat bentuk bergerombol seperti anggur, berbentuk
bulat dan berwarna ungu.
Pengamatan
mikroskopik pewarnaan gram Staphylococcus
aureus
Uji lainnya yang bisa digunakan
adalah uji katalase. Pada uji katalase, bakteri dikatakan positif apabila bisa
menghasilkan gelembung-gelembung oksigen karena adanya pemecahan H2O2
(hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu
sendiri. Komponen H2O2 ini merupakan salah satu hasil
respirasi bakteri aerobik di mana hasil respirasi tersebut dapat menghambat
pertumbuhan karena bersifat toksik bagi bakteri itu sendiri.
Hasil
positif pada uji katalase Staphylococcus
aureus
Uji koagulase digunakan
untuk membedakan Staphylococcus aureus dengan
Staphylococcus yang lain. Staphylococcus aureus dapat menghasilkan
koagulase, yaitu berupa protein yang menyerupai enzim yang apabila ditambahkan
dengan oksalat atau sitrat mampu menggumpalkan plasma akibat adanya suatu
faktor yang terdapat di dalam serum. Hasil positif mengisyaratkan bahwa biakan
tersebut adalah Staphylococcus aureus.
Selanjutnya
dilakukan uji resistensi dengan metode paper disk. Media yang digunakan
dalam metode ini adalah Mueller Hinton
Agar (MHA). Mueller Hinton Agar merupakan
media diferensial yang digunakan untuk melakukan uji sensitifitas terhadap
beberapa antibiotik. Formula Mueller Hinton Agar dalam satu liter air
murni adalah sebagai berikut: Beef (300.0 g), Casamino acid, technical (17.5
g), Starch (1.5 g), Agar (17.0 g). pH MHA harus berkisar antara 7,2 dan 7,4
pada suhu kamar setelah pemadatan dan harus diuji ketika media pertama
disiapkan. Jika pH<7,2 obat-obatan tertentu akan kehilangan potensi
(aminoglikosida, kuinolon, makrolid), sementara agen lain mungkin tampak
memiliki aktivitas yang berlebihan (tetrasiklin). Jika pH > 7,4 hasil yang
sebaliknya dapat terjadi. Media ini dipilih karena dapat diterima dari batch ke batch untuk reproduktivitas uji kerentanan, dan berasal dari
pengalaman pengujian terdahulu yang menggunakan media ini akan menghasilkan
berbagai data yang cukup akurat dibandingkan menggunakan media lain.
Mueller
Hinton Agar merupakan medium basis
agar standar untuk pengujian sebagian besar organisme bakteri, dengan suplemen
dan substitusi tertentu yang diperlukan untuk pengujian organisme yang lebih
rumit. Karena agen antimikroba berdifusi ke segala arah dari permukaan plat
agar, maka ketebalan agar mempengaruhi gradien konsentrasi obat antimikroba.
Jika agar terlalu tebal, ukuran zona akan menjadi lebih kecil; jika terlalu
tipis, zona inhibisi akan lebih besar.
No comments:
Post a Comment