Sunday, 26 January 2014

Urin (part 3)


Macam-macam Pemeriksaan 
1.    Derajat Keasaman (pH)
    Pengamatan ini digunakan kertas lakmus biru dan merah yang dicelupkan pada bahan.
Dimana  kertas lakmus merupakan indikator penentuan asam dan basa pada suatu bahan. Lakmus yang berubah warna menjadi merah, menunjukkan bahan tersebut bersifat asam, sedangkan yang berubah menjadi warna biru, bersifat basa. Derajat keasaman bahan dapat diamati dengan kertas universal yang dicelupkan pada bahan.
2. Uji benedict semikuantitatif
Prinsip kerja dari uji benedict semi kuantitatif ini adalah pereaksi benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa). Dalam suasana Alkalis sakarida akan membentuk enidid yang mudah teroksidasi. Semua monosakarida dan diskarida kecuali Sukrosa dan trekalosa akan bereaksi positif bila dilakukan uji Benedict. Larutan-larutan tembaga yang alkalis bila direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan memebentuk cupro oksida (Cu2O) yang berwarna hijau merah orange atau merah bata dan adanya endapan merah bata pada dasar tabung reaksi.
Normalnya glukosa tidak ada atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil di dalam urin. Ketika tingkat glukosa dalam darah in melebihi batasan gula ginjal (160-180 mg/dl) maka glukosa mulai nampak dalam urin. Kehadiran glukosa dalam urin (glucosuria) merupakan indikasi adanya penyakit diabetes mellitus (Anonim, 2012)

3. Uji Heller
Uji ini dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan HNO3 pekat sehingga hasilnya akan terbentuk cincin yang berwarna putih pada permukaan larutan. Protein jika terkena asam pekat (HNO3) akan terjadi denaturasi protein di permukaan, tetapi jika berlangsung lama, denaturasi akan berlangsung terus-menerus sampai cincin putih menghilang.
4.    Uji Koagulasi panas
Uji ini dapat digunakan untuk menentukan adanya protein secara kualitatif dan cepat. Protein akan terkoagulasi akibat panas.
5. Uji Gerhardt
Uji ini didasarkan pada reaksi antara asam aseto asetate dan ferri klorida yang menyusun zat berwarna seperti anggur (warna merah coklat). Asam aseto asetat sampai pengenceran 1:1000 dapat dinyatakan oleh reaksi ini (jauh kurang peka dari reaksi rothera), sedangkan acetone dan asam beta hidroksibutirat tidak bereaksi.
Reaksi yang sebenarnya terjadi sebenarnya belum diketahui, mungkin terjadi oksidasi aseto asetat oleh FeCl3.
6. Uji Rothera
Na-nitropusspid ( Na-nitroferisianida) dalam suasana asam akan pecah menjadi Na4Fe(CN)6-NaNO2 dan Fe(OH)3 yang merupakan oksidator kuat. Aseto asetat dan aseton akan dioksidasi dan membentuk kompleks berwarna merah jingga sampai ungu. Agar kompleks ini stabil , diperlukan larutan penyangga, yaitu : (NH4)2SO4
77.      Percobaan Kreatinin Urin
Reaksi antara kreatinin dengan pikrat dalam suasana basa, membentuk kompleks kreatinin pikrat berwarna jingga. Metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa berwarna merah–oranye yang terjadi antara asam pikrat dengan kreatinin dalam suasana basa (Siangproh et al.,2009).
88.      Pemeriksaan Urobilinogen
Urobilinogen dengan para-aminobenzaldehide dalam suasana asam akan terbentuk senyawa azo yang berwarna merah. Dalam keadaan normal kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh.
99.      Uji Fehling
Prinsip uji fehling yaitu menggunakan gugus aldehid pada gula untuk mereduksi senyawa (kupro sulfat) Cu2SO4 menjadi Cu2O (endapan merah bata) setelah dipanaskan dalam suasana basa.

Urin (part 2)

B.     Ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi yang utama, berjumlah sepasang, dan terdapat dalam rongga perut didekat tulang-tulang pinggang. Berbentuk seperti kacang ercis dengan panjangnya lebih kurang 10 cm. fungsi utama ginjal yaitu menyaring darah hingga menghasilkan urin. Didalam urin terdapat zat sisa atau berlebih yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh, misalnya protein-protein asing yang masuk kedalam tubuh, zat-zat hasil katabolisme (seperti urea, asam urat), bermacam garam, gula darah yang melebihi batas normal.
Selain itu ginjal juga berfungsi sebagai organ homeostasis, yaitu organ yang berfungsi menjaga keseimbangan berlangsungnya proses fisiologi dalam tubuh, misalnya dengancara mempertahankan tekanan osmosis cairan ekstraselular dan mempertahankan keseimbangan asam dan basa.
Anatomi Ginjal
Bila ginjal dibelah membujur akan tampak bagian kulit (korteks) dan sumsum ginjal (medulla). Setiap ginjal disusun oleh jutaan nefron (alat penyaring) yang terdapat di dalam korteks. Nefron ini berfungsi menyaring darah hingga terbentuk urin.
bagian-bagian nefron adalah badan malpighi yang terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, sedangkan tubulus kontortus terdiri atas tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus kolektivus, dan lengkung henle ascenden (naik) dan descenden (turun).
Dari setiap ginjal keluar saluran yang disebut ureter, yang berfungsi untuk menyalurkan urin ke kandung kemih (Vesica urinaria). Pada pangkal ureter terdapat ruang ginjal atau pelvis renalis yang merupakan tempat bermuaranya tubulus kolektivus. Bila kandung kemih telah penuh, urin akan dikeluarkan melalui saluran yang disebut uretra
Urin dibentuk di nefron yaitu dengan menyaring darah dan kemudian mengambil kembali kedalam darah bahan-bahan yang bermanfaat. Dengan demikian akan tersisa bahan yang berguna, yang nantinya akan keluar dari nefron dalam bentuk suatu larutan yang disebut urin. Sebelum menjadi urin, didalam ginjal akan terjaids 3 macam proses yaitu filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Urin
Banyak sedikitnya urin yang dihasilkan dalam proses ekskresi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
1.      Hormon Anti Diuretik (ADH)
Hormon anti diuretik dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior. Jika tubuh menghasilkan banyak ADH, maka penyerapan air pada tubulus juga banyak, sehingga volume urin sedikit dan dalam kondisi pekat.
2.      Jumlah air yang diminum
Semakin banyak volume air yang diminum, maka urin yang dihasilkan juga semakin banyak. Disarankan agar setiap hari minum air mineral 6 gelas. Konsumsi air mineral membersihkan racun dalam tubuh yang masuk ke ginjal dan memberi manfaat menjaga kelembapan pada kulit.
3.      Saraf ginjal
Rangsangan pada saraf ginjal akan mengakibatkan penyempitan pada duktus eferen sehingga aliran darah ke glomerulus berkurang dan mengakibatkan proses filtrasi kurang efektif. Kondisi demikian mengakibatkan volume urin yang dihasilkan jumlahnya sedikit. Begitu juga sebaliknya.
4.      Jumlah hormon insulin
Jika hormon insulin jumlahnya sedikit, maka kadar gula dalam darah akan dikeluarkan melalui tubulus distal. Hal ini mengganggu proses enyerapan kembali air sehingga orang tersebut akan lebih banyak mengeluarkan urin.
5.      Minuman alkohol dan kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan ADH. Sehingga jumlah urin yang dikeluarkan akan meningkat.
6.      Suhu lingkungan
Ketika suhu panas, akan banyak mengeluarkan keringat, konsentrasi air dalam darahturun, mengakibatkan sekresi ADH meningkat sehingga urin yang dihasilkan sedikit. Sebaliknya jika suhu dingin, konsentrasi air dalam darah naik sehingga menghalangi sekresi ADH maka produksi urin banyak.
 

Urin (part 1)



PENDAHULUAN

A.     Pengertian Urin
Urin adalah suatu cairan esensial dari hasil metabolisme nitrogen dan sulfur, garam-garam anorganik dan pigmen. Biasanya berwarna kekuning-kuningan, meskipun secara normal banyak variasinya. Mempunyai bau yang khas untuk spesies yang berbeda. Jumlah urin yang diekskresikan tiap harinya bervariasi, tergantung pada pakan, konsumsi air, temperatur lingkungan, musim dan faktor-faktor lainnya. Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme, garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial.
Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Proses pembentukan urine dalam ginjal meliputi proses penyaringan (filtrasi), penyerapan kembali (reabsorbsi), dan penambahan zat – zat (augmentasi). Proses filtrasi terjadi di glomerulus dan kapsula bowman. Dari 1200 ml darah yang melalui glomerulus permenit akan terbentuk filtrat 120 ml permenit Proses reabsorbsi terjadi di tubulus proksimal, dan augmentasi terjadi di tubulus distal. Ginjal kira-kira mengandung 1,3 x 106 nefron yang beroprasi secara paralel. Tiap nefron terdiri dari suatu glomerulus yang dibekali dengan darah dalam sistem kapiler arteri sedemikian sehingga terjadi tekanan filtrasi yang memadai untuk mempengaruhi ultrafiltrasi material berberat molekul rendah dalam plasma.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urin selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan diberbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos.
Selain darah, urin juga menjadi komponen yang penting dalam diagnosis keadaan kesehatan seseorang. Ada 3 macam pemeriksaan, antara lain (1) pemeriksaan visual. Urin mengindikasikan kesehatan yang baik bila terlihat bersih. Bila tidak, maka ada masalah dalam tubuh. Kesehatan bermasalah biasanya ditunjukkan oleh kekeruhan, aroma tidak biasa, dan warna abnormal. (2) Tes yang menggunakan kertas kimia yang akan berganti warna bila substansi tertentu terdeteksi atau ada di atas normal. (3) Hasil yang datang dari pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan untuk mengetahui apakah kandungan zat yang berada di atas normal atau tidak.

Tuesday, 14 January 2014

Princess Tutu Opening Lyrics “Morning Grace”

Yondeiru koe
A voice is calling to me…

Saa me wo samashite
Now I open up my eyes

Makigao nuguite
Wipe the tears from my face…

Mabushii hikari kigi no isuyu umareru
A brilliant light and the dew on the trees…is born…

Dare mo shiranai himitsu no mizube de
At the secret place by the waterside that no ones knows about…

Odore inochi no pa do du
Dance the pas de deux of life…

Kyou mo yume miteru
…and I’m dreaming again today.

Sore wa yasashiku
So I find myself gently…

Hageshii nagare ne
…drifing in a tempestuous current.

Doku made isuzuku rahirinsu
Just how far will this labyrinth take me…

Watashi wa yukou nigirishimeru yame
I’ll go along, and hold on tightly to this dream…

Wednesday, 1 January 2014

Aspirin (part 4)



STRUKTUR DAN MEKANISME REAKSI

1.      Mekanisme Reaksi


2.  Pengujian dengan FeCl3

 PUSTAKA



1.      Vishnoi N.K, 1982, Advanced Practical Organic Chemistry, Vikas Publishing House PVT. Ltd New Delhi, page 331-332.
2.      B.S Furniss, 1978, Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry, 4th ed, Longman Group, Limited, London, page 831-832.
3.      Fessenden RJ, Fessenden JS, 1994, Organic Chemistry, 5 th  edition, Brooks/Cole Publishing Company Pasific Grove, California, page 512-513.
4.      Mc Murry J, 2000, Organic Chemistry, 5 th edision, Brooks / Cole Publishing Company Pasific Grove, USA, 864
5.      Ganiswara, S., 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya baru
6.      Ebel, S., 1992. Obat Sintetik. Edisi V. Bandung: Institut tehknologi Bandung Press
7.      Anonim., 2012. Penuntun Praktikum Kimia Organik Sintetik. Makasar: Universitas Muslim Indonesia
8.      Reksohadiprodjo, S., 1979. Kuliah dan Praktik Kimia Farmasi Preparatif. Yogyakarta: Gunung Agung
9.      Fieser, Louis. F. 1987. Experiment in Organic Chemistry, 3nd edition, Revised, D. C. Heath and Company: Boston
10.  Tjay, T. 2002. Obat – Obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia
11.  Anonim,1995, Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
12.  Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Bandung: P.T Genersindo


Aspirin (part 3)

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, pembuatan asam aspirin dilakukan dengan menggunakan reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester dari suatu senyawa yang mengandung ester dengan suatu alkohol.

Yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan yaitu erlenmeyer yg digunakan harus kering, sebab aspirin yg terkena air dapat berubah kembali menjadi asam asetat atau anhidrida asetat (reaksi reversible). Selain itu dalam pencampuran asam salisilat dan anhidrida asetat serta H2SO4, erlenmeyer harus dalam keadaan kering, sebab bila basah maka campuran akan berwarna hitam (gagal).

Campurkan asam salisilat dengan anhidrida asetat kemudian ditambahkan 3 tetes  H2SO4 pekat. Asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus –OH, sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetilsalisilat (aspirin). Gugus asetil (CH3CO-) berasal dari anhidrida asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat. Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat.



Katalis yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam sulfat yang dapat mempercepat laju reaksi pembentukan ester dengan menurunkan energi aktifasi sehingga pembentukan produk berupa ester dapat dengan mudah terbentuk .Penambahan asam sulfat pekat juga berfungsi sebagai zat penghidrasi. Dimana hasil samping dari reaksi asam salisilat dan anhidrida asam asetat yakni asam asetat akan terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat ini akan kembali bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa asam asetat. Sehingga  reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis bereaksi dengan asam sulfat pekat ini.

Oleh sebab itu, setelah pencampuran ketiganya maka dilakukan  pemanasan untuk memastikan bahwa asam salisilat benar-benar telah habis bereaksi. Yaitu dengan memasukkan erlenmeyer  ke dalam waterbath hingga suhu 50°-60° C sambil diaduk dengan termometer selama 15 menit. Hal ini dikarenakan suhu tersebut adalah suhu optimum untuk pembentukan aspirin. Jika suhu berada di atas 50°-60° C maka ester yang terbentuk akan terurai dan jika suhunya berada di bawah 50°-60° C maka reaksi akan berjalan lambat..

Setelah pemanasan dilakukan pendinginan bertujuan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation).

Adapun tahapan dalam kristal aspirin adalah sebagai berikut:
1. Anhidrida asam asetat mengalami resonansi.
2. Anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat.
3. H+ terlepas dari OH- dan berikatan dengan atom O pada 
     anhidrida asamasetat.
4. Anhidrida asam asetat terputus menjadi asam asetat dan asam
    asetilsalisilat(aspirin).
5. H+ akan lepas dari aspirin.


Jika sudah terbentuk kristal kasar, kemudian dilakukan test dengan menggunakan FeCl3. Diuji dg FeCl3 untuk mengetahui apakah masih ada asam salisilat. Asam salisilat (murni) akan berubah menjadi ungu jika FeCl3 ditambahkan, karena mengandung gugus fenol. Jika tidak ada gugus fenol warna larutan tak berubah (kuning). Jika hasil tesnya positif wama ungu, maka larutan tersebut masih ada OH yg terikat pada gugus aromatis (asam salisilat) yg berarti asam salisilat masih belum semua bereaksi dg anhidrida asetat. Jadi larutan tersebut harus  dipanaskan kembali sampai dites dg FeC13 hasilnya negative, yg berarti sudah bereaksi sempurna. Baru kemudian proses dilanjutkan.

    Kemudian dilanjutkan dengan penambahan air dingin sebanyak 75 ml dan segera di saring dengan bantuan corong Buchner dan labu hisap untuk memisahkan aspirin dari pengotornya . Harus dilakukan segera penyaringan karena reaksi pembentukan aspirin bersifat reversible dimana bila terdapat air maka dapat menyebabkan aspirin kembali menjadi komponen-komponen penyusunnya yakni asam salisilat dan anhidrida asetat. Akan tetapi, air yg ditambahkan tidak boleh terlalu banyak karena aspirin sedikit larut dalam air. Digunakan air dingin, karena dengan berkurangnya suhu, kelarutan aspirin dalam air akan berkurang. Tetapi tentu saja dengan penyaringan ini aspirin yang dihasilkan belum benar - benar murni

    Kemudian proses dilanjutkan dengan rekristalisasi, rekristalisasi (pembentukan kristal kembali) bertujuan untuk mendapat kristal aspirin yang lebih murni.. Aspirin yang terbentuk dilarutkan dalam 15 ml alkohol hangat lalu ditambahkan 37,5 ml air hangat. Larutan dipanaskan di atas hot plate dengan bantuan magnetic stirrer, terjadi endapan sehingga perlu disaring. Larutan jernih setelah disaring tersebut didinginkan pada temperatur kamar dan diamati hingga erbentuk banyak kristal. Kristal yang telah bercampur dengan aquadest dan alkohol disaringdengan corong Buchner. Maka akan terpisah antara kristal asam asetil salisilat dengan filtratnya. Filtrat yang dihasilkan digunakan untuk mencuci kristal. Setelah itu kristal yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven.
      Proses rekristalisasi menggunakan 2 pelarut yaitu air hangat dan etanol. Jika digunakan sendiri-sendiri kurang memenuhi syarat sebagai pelarut rekristalisasi. Pelarut yg 1 bersifat melarutkan, sedangkan pelarut 1 nya tidak melarutkan, sehingga dapat terbentuk kristal. Bila hanya menggunakan etanol saja maka jumlah etanol yang dibutuhkan melebihi jumlah yang diberikan dalam formulasi. Selain itu etanol yang ditambahkan berlebih akan membuat aspirin yang larut saat panas akan sulit mengkristal kembali. Etanol dipanaskan di hot plate bukan di penangas air karena sifat etanol yang mudah terbakar dan digunakan erlenmeyer yang ditutup dengan corong dan kapas basah untuk menghindari penguapan etanol. Begitu juga dengan air, bila menggunakan air saja maka dibutuhkan air dalam jumlah banyak sehingga tidak efisien. Penambahan air hangat ke dalam erlenmeyer harus setelah kristal larut dalam etanol. Hal ini agar aspirin yang telah terbentuk tidak terhidrolisa kembali. Jadi, menggunakan 2 pelarut untuk mendapatkan kristal yg bagus dan maksimum hasilnya. Secara teoritis hasilnya 5,5 gram. 

Aspirin (part 2)

GAMBAR PEMASANGAN ALAT


Aspirin (part 1)

DASAR TEORI


Aspirin adalah turunan asam karboksilat yang dapat disintesis dari asam salisilat dan anhidrida asetat. Reaksinya disebut esterifikasi fenol, yang sebagai fenol adalah asam salisilat sedangkan yang sebagai turunan asam karboksilat adalah anhidrida asetat.
            Esterifikasi fenol tidak melibatkan pemecahan ikatan C-O dari fenol, tetapi tergantung pada pemecahan ikatan O-H. Meskipun asam karboksilat dapat digunakan untuk esterifikasi fenol, tetapi hasilnya sedikit. Untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak, digunakan turunan asam karboksilat. Misalnya anhidrida asetat yang bersifat lebih reaktif dibanding asam asetat.
Asam salisilat digunakan untuk mensintesis asam asetilsalisilat, yang lazim disebut aspirin. Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis H2SO4 pekat sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda. Dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin, sedangkan dengan metanol akan menghasilkan metil salisilat.
Untuk menguji kemurnian aspirin bisa menggunakan FeCl3. FeCl3 bereaksi dengan gugus OH¯ membentuk kompleks ungu (larutan berwarna ungu). Jika tidak terjadi perubahan warna pada test FeCl3 hal itu berarti asam salisilat telah bereaksi semua menjadi asam asetil salisilat

Sejarah Perkembangan Aspirin
            Awal mula penggunaan Aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet Aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide")
Senyawa alami dari tumbuhan yang digunakan sebagai obat ini telah ada sejak awal mula peradaban manusia. Di mulai pada peradaban Mesir kuno, bangsa tersebut telah menggunakan suatu senyawa yang berasal dari daun willow untuk menekan rasa sakit. Pada era yang sama, bangsa Sumeria juga telah menggunakan senyawa yang serupa untuk mengatasi berbagai jenis penyakit. Hal ini tercatat dalam ukiran-ukiran pada bebatuan di daerah tersebut. Barulah pada tahun 400 SM, filsafat Hippocrates menggunakannya sebagai tanaman obat yang kemudian segera tersebar luas.
Reverend Edward Stone dari Chipping Norton, Inggris, merupakan orang pertama yang mempublikasikan penggunaan medis dari Aspirin. Pada tahun 1763, ia telah berhasil melakukan pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit dengan menggunakan senyawa tersebut. Pada tahun 1826, peneliti berkebangsaan Italia, Brugnatelli dan Fontana, melakukan uji coba terhadap penggunaan suatu senyawa dari daun willow sebagai agen medis. Dua tahun berselang, pada tahun 1828, seorang ahli farmasi Jerman, Buchner, berhasil mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin yang berasal dari bahasa latin willow, yaitu salix. Senyawa ini memiliki aktivitas antipiretik yang mampu menyembuhkan demam. Penelitian mengenai senyawa ini berlanjut hingga pada tahun 1830 ketika seorang ilmuwan Perancis bernama Leroux berhasil mengkristalkan salicin. Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh ahli farmasi Jerman bernama Merck pada tahun 1833. Sebagai hasil penelitiannya, ia berhasil mendapatkan kristal senyawa salicin dalam kondisi yang sangat murni. Senyawa asam salisilat sendiri baru ditemukan pada tahun 1839 oleh Raffaele Piria dengan rumus empiris C7H6O3.
Bayer meupakan perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa Aspirin (asam asetilsalisilat). Ide untuk memodifikasi senyawa asam salisilat dilatarbelakangi oleh banyaknya efek negatif dari senyawa ini. Pada tahun 1945, Arthur Eichengrun dari perusahaan Bayer mengemukakan idenya untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa asam salisilat untuk mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya. Pada tahun 1897, Felix Hoffmann berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan menciptakan senyawa asam asetilsalisilat yang kemudian umum dikenal dengan istilah Aspirin.